Tuesday, April 7, 2015

Pengalaman melahirkan di Ceko, Eropa

*Tulisan berikut sedikit mengandung kata-kata yang agak vulgar, tidak ada maksud lain, hanya untuk memperjelas dan berbagi pengalaman 

      Memasuki minggu kehamilan ke-38 perasaan bercampur aduk, aku mulai tidak sabar bertemu dengan bocil (bos kecil) yang ada di perutku, tapi juga sibuk mengejar target-target selama hamil yang belum tercapai. Hehe, iya dong! Bukan hanya tiap awal tahun saja buat resolusi, aku juga membuat target apa yang harus aku lakukan dan capai selama hamil.

      Sebagai persiapan, aku mulai lebih rajin membaca pengalaman orang-orang tentang melahirkan. Banyak yang menulis kalau memasuki akhir trisemester ke tiga akan mulai terasa kontraksi palsu, yaitu perut terasa kencang untuk beberapa saat. Tapi aku bingung bagaimana rasanya 'kontraksi', karena rasanya aku belum merasa ada perasaan tidak nyaman dengan perutku, semuanya rasanya biasa saja.

      Hari perkiraan lahir (HPL) bayiku adalah tanggal 15 Maret 2015, tapi biasanya kebanyakan orang melahirkan lebih awal atau lebih lambat dari HPL. Untuk merangsang bayi agar cepat lahir, aku banyak berjalan-jalan, yah, sekalian menemani ibuku yang waktu itu datang untuk menemani aku lahiran sehingga beliau bisa melihat-lihat kota Brno dan Olomouc. 

      Tanggal 11 malam setelah buang air kecil, aku melihat bercak bewarna merah muda di tisu, aku masih bingung, apakah ini aku salah lihat atau benar sudah tanda akan melahirkan. Aku masih santai saja, karena perut masih belum terasa mulas-mulas. 

      Tapi setiap ke kamar mandi, lendir bewarna merahnya semakin jelas, tadinya bewarna merah muda, lama-lama menjadi merah lebih jelas. Aku tanya ibuku katanya itu termasuk tanda-tanda akan melahirkan. Aku juga tanya dengan teman Indonesia yang sama-sama tinggal di Brno, dia bilang sebentar lagi akan terasa kontraksi. 

      Aku masih santai saja dan tidur seperti biasa malamnya. Tapi beberapa lama setelah tidur aku mulai merasa perutku mulas, tapi masih bisa ditahan, dan aku juga tidak bangun dari tidur karena masih ngantuk sekali. Rasa mulas itu semakin lama semakin terasa sampai akhirnya jam 12 malam aku terbangun dari tidur. Setiap terasa mulas, aku mencatat waktunya, lalu kembali tidur. Masih 15 menit sekali. Begitu terus dan kami memutuskan untuk ke rumah sakit jam 7 pagi, saat itu kontraksi sudah terasa setiap 10 menit sekali. 

      Sebelum berangkat aku mandi dan bersiap-siap, tidak lupa makan untuk mengisi tenaga dengan mi instan rasa Bulgogi yang dibawakan oleh ibuku dari Indonesia. Di dalam taksi menuju ke rumah sakit, aku makan es krim.

      Kami menuju Fakultni Nemocnice Brno. Sampai di rumah sakit niatnya registrasi dulu, cek bukaan, dan nongkrong di cafe sambil menunggu bukaan lebih banyak. Tapi begitu cek sudah bukaan 2, suster langsung menyuruhku untuk bersiap masuk ke ruangan bersalin. Di Ceko, ruangan bersalin disebut dengan porodni box atau kalau diterjemahkan kasar menjadi kotak bersalin. Isinya ada tempat tidur yang bisa diatur, lemari baju, dan kamar mandi dengan shower. 

      Aku disuruh ganti baju rumah sakit dan menunggu pembukaan lebih banyak sambil duduk-duduk di bola senam. Setelah menunggu beberapa lama, suster mengecek pembukaanku lagi. Sayangnya pembukannya masih sama, pembukaan 2. Suster lalu membawakan air hangat yang tergantung seperti infus, lalu menyemprotkannya ke dalam pantat, tujuannya memancing kotoran dalam perut untuk keluar sehingga ruang di dalam perut lebih luas, pembukaan lebih cepat, dan bayi lebih mudah keluar. Setelah buang air besar, aku disuruh mandi dengan air hangat. Rasanya segar sekali, badan menjadi jauh lebih rileks. 

      Setelah itu aku dicek lagi, pembukaan menjadi bukaan 5. Saat itu kontraksi sudah mulai sering, mungkin sekitar 3 menit sekali. Suster memasang alat di perutku untuk mendeteksi detak jantung bayi.

      Aku disuruh menunggu lagi dan setelah beberapa lama suster kembali mengecek pembukaan, tapi masih tetap sama. Suster bertanya apakah aku ingin ketuban dipecahkan agar proses menjadi lebih cepat, aku mengiyakan. Mereka menggunting lapisan penutup air ketuban, tapi tidak terasa sakit. Setelah itu aku disuruh mandi air hangat lagi. Kalau mandi air hangat rasanya nyaman sekali, rasanya malas sekali kembali ke tempat tidur untuk melahirkan. Aku membayangkan mungkin enak sekali rasanya melahirkan dalam air hangat (water birth) dengan badan yang lebih santai. 

      Suster bertanya apakah aku mulai terasa ada tekanan dari perut seperti perasaan ingin buang air besar, aku bilang tidak. Tapi saat itu kontraksi rasanya sudah jauh lebih sering, kurang dari 1 menit sekali. Suster bertanya lagi apakah aku ingin memakai epidural, aku melirik ibuku, katanya beliau dulu tidak pakai, jadi aku bilang saja aku tidak perlu sambil meyakinkan diri dalam hati aku bisa melalui rasa sakit yang rasanya semakin menjadi-jadi ini. 

      Kontraksi semakin sering, mungkin 20 detik sekali. Rasanya sakit sekali, aku mulai tidak bisa berpikir. Teori yang yang sudah aku baca dan diajarkan oleh budeku pun mulai sulit untuk dilakukan. Harusnya tetap tenang dan diam, aku tidak tahan untuk tidak mengerang-erang. :( Suster terus berusaha menyemangati aku dan mengingatkan untuk menarik napas panjang dan berusaha menggembungkan perut agar bayi tetap mendapat oksigen. 

      Suster mengecek pembukaan lagi, katanya masih belum sempurna dan menyarankan untuk memakai epidural, selain untuk mengurangi rasa sakit, juga agar otot menjadi lebih lemas sehingga pembukaan cepat sempurna. Aku setuju saja, saat itu benar-benar sudah tidak bisa berpikir. 

      Datanglah dokter spesialis anastesi, menyuruhku untuk tidur meringkuk lalu menyuntikkan epidural ke sela tulang punggungku. Setelah beberapa lama rasa sakit bertambah disertai rasa ingin mengejan, tapi aku tahan, aku menunggu aba-aba dari suster. 

      Suster mengecek pembukaanku. Setelah dicek sempurna, aku diijikan untuk mengejan. Suster menyuruhku mengejan ketika kontraksi terasa dengan cara menarik napas dalam-dalam dengan mulut terbuka, lalu menutup mulut rapat-rapat dan mendorong kuat-kuat. Suster juga melakukan episotomi sambil terus mengontrol detak jantung bayi dengan alat yang ditempel ke perutku. Benar seperti yang budeku pernah bilang, episiotomi tidak terasa sakit lagi karena dorongan bayi membuat otot menjadi mati rasa seperti efek bius lokal. Setelah beberapa kali mengejan akhirnya jam 15:40 terdengar suara tangisan buah hati kami. Alhamdulillah.


      Bayi lalu ditaruh di atas perutku sebentar, lalu diukur berat dan panjangnya. Setelah itu lukaku dijahit dan aku disuruh mandi lalu pindah ke ruang rawat tempat menginap. 

      Hah fiuh, akhirnya merasakan juga perjuangan seorang ibu melahirkan. Tapi seperti yang orang-orang bilang, rasa sakitnya segera hilang setelah melihat anak kita lahir dengan selamat. :)


      Pengalaman menginap di rumah sakit Brno, Ceko, juga cukup menarik. Sepertinya berbeda dengan rumah sakit di Indonesia. Selengkapnya aku tulis di sini.

No comments: